“Di sana juga dengan tegas ditetapkan bagaimana itu penyelidikan, bagaimana itu penangkapan bagaimana itu penahanan,” sambungnya.
Khusus untuk penahanan, kata Kresno, yang bisa melakukan ada tiga. Pertama, Ankum atau atasan yang berhak menghukum. Kedua, Polisi Militer, ketiga adalah auditor militer.
“Jadi selain tiga ini tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan,” kata Kresno.
Selanjutnya kata dia, akan diproses oleh Puspom TNI, dalam hal ini sebagai penyidik.
Lalu, dilimpahkan ke Jaksa militer yang dikenal dengan auditor militer. Dilanjutkan dengan melalui persidangan.
“Semua persidangan di Peradilan Militer itu sudah langsung di bawah Mahkamah Agung, jadi tidak ada yang bisa lepas dari itu,” jelas Kresno.
Penetapan Tersangka
Diketahui, Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI, Henri Alfiandi, ditetapkan oleh KPK menjadi tersangka dugaan kasus suap.
Henri diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan, perkara ini berawal informasi masyarakat dan kegiatan OTT terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).
Berdasarkan keterangan dan bukti permulaan yang cukup, tim penyidik KPK menetapkan lima orang jadi tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut.
Dua dari lima orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka adalah prajurit aktif TNI, yakni Marsekal Madya, Henri Alfiandi dan Letkol Adm, Afri Budi Cahyanto.
KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka.
Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK), Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU), Roni Aidil (RA).***
Editor: M. Rain Daling