Faktor kedua yakni adanya kegagalan kebijakan di pemerintahan yang dirasakan masyarakat. Menurutnya, kondisi gagalnya pemerintahan selama ini ditutup oleh hasil survei semu.
Baca Juga: Hakim Dilaporkan Langgar Kode Etik, MKMK: Belum Pernah Terjadi Dalam Sejarah
Faktor ketiga yakni adanya resistensi di dalam parlemen yang bisa dilakukan anggota fraksi partai politik (parpol) oposisi.
"Bisa saja PDIP punya kemarahan terpendam, bersama PPP melakukan segala upaya sebagai oposisi (pemerintah). Sementara koalisi perubahan (Nasdem, PKB, PKS) itu jelas di luar Jokowi yang justru (sesuai slogannya) menginginkan perubahan," ungkapnya.
Faktor keempat, menurut Eep, yaitu adanya keresahan publik yang meluas. Meskipun saat ini keresahan tersebut belum menjerat pemerintah, akan tetapi jika dibiarkan akan menyebabkan sebuah ledakan atau disebut dengan istilah silent majority.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Miliki Parpol Pengusung Terbanyak, Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud Seri
"Yang menyebabkan Donald Trump mengalami kekalahan dengan Joe Biden, bukan Joe Biden yang sebegitu hebat, sebegitu muda, dan seterusnya, tapi karena silent majority yang tiba-tiba mengatakan 'enough is enough' saya tidak boleh lagi diam," kata Eep.
"Empat faktor ini, bukan tidak mungkin tersedia saat ini. Jadi, ketika saya membicarakan ini, saya menjalankan fungsi sebagai warga negara yang diatur konstitusi," sambungnya.***
Baca Juga: Erick Thohir Apresiasi Asiana Cup 2023, Upaya Bangun Sepak Bola Indonesia dari Bawah