Baca Juga: Erick Dorong Atlet Investasi, Begini Tanggapan Irfan Bachdim dan Ismed Sofyan
Abbas, yang menjadi anggota senior delegasi Palestina dalam Perjanjian Perdamaian Camp David 2000, menentang pemberontakan Palestina yang penuh kekerasan hingga dikenal sebagai intifada kedua (melepaskan diri).
Tiga tahun kemudian, setelah tekanan internasional semakin kuat, Mahmoud Abbas ditetapkan menjadi Perdana Menteri Palestina.
Hal itu guna menghindari Arafat yang dianggap menghalangi perdamaian oleh Israel dan Amerika Serikat.
Kala itu, Abbas mengecam terorisme sekaligus menyerukan akhir dari intifada melawan Israel.
Baca Juga: Prima Dukung Prabowo-Gibran: Lanjutkan Program Pembangunan Jokowi!
Akibatnya, ia mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan persinggungan Israel, Amerika Serikat, dan Arafat.
Presiden
Setelah kematian Yasser Arafat pada November 2004, Abbas beralih menjadi ketua Palestine Liberation Organization (PLO).
Hal ini memudahkan dirinya memenangkan pemilihan presiden pada 2005 silam.
Kala itu, dia meraih lebih dari 60% suara dan berhasil menjadi Presiden Palestina selama empat tahun masa jabatan.
Akan tetapi, Abbas justru menjabat lebih lama dari periode yang ada. Sebab, pemilihan pengganti sudah berulang kali mengalami penundaan.
Baca Juga: Prabowo Dianggap Mampu Teruskan Program Jokowi, Prima Matangkan Strategi Pemenangan Prabowo-Gibran
Selama menjadi Presiden, Abbas menerima kritikan. Ia dinilai tidak mampu mengelola urusan dalam negeri untuk memajukan proses perdamaian dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Di sisi lain, ia terus mencoba memajukan negara Palestina melalui sejumlah pihak.
Alasan Presiden Palestina Tidak Melawan Israel
Berdasarkan informas dari Al Jazeera, Palestina telah kehilangan kekuasaan mereka setelah Hamas memenangkan pemilihan parlemen pada tahun 2006.
Saat itu, Hamas mengambil alih Jalur Gaza. Hamas menolak mengakui Israel, dan berkampanye dengan platform anti korupsi dan anti Barat.