berita-publik

Temuan PBHI, Gugatan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres Tak Ditandatangani Pemohon dan Kuasa Hukum

Kamis, 2 November 2023 | 17:33 WIB
Ketua PBHI, Julius Ibrani (Foto: Tangkap layar YouTube MK)

Baca Juga: Sesuai Instruksi Jusuf Kalla, PMI Gandeng Kemenlu RI Kirim Bantuan Medis untuk Warga Gaza

Padahal, dalam tiga putusan di hari yang sama, MK menolak seluruhnya tiga gugatan terkait perkara batas usia Capres dan Cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

MK secara eksplisit, lugas, dan tegas, menyatakan, ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7 Nomor 2017 merupakan wewenang pembentukan undang-undang untuk mengubahnya

Kedua, terkait dengan legal standing pemohon dinilai lemah. Pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil bukan untuk kepentingan dirinya sendiri.

Sehingga, hal itu dinilai tidak relevan diberikan kedudukan hukum/legal standing untuk bertindak sebagai pemohon.

Baca Juga: Buntut Terima Pendaftaran Prabowo-Gibran, KPU Digugat Rp70,5 Triliun

Dalam permohonan ini, Almas Tsaqibbiru Re A tidak dirugikan konstitusionalnya secara pribadi.

Dalam permohonannya, Almas sendiri mengaku sebagai pengagum Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka.

Kejanggalan ketiga, kemunculan Ketua MK, Anwar Usman dalam gugatan perkara no 90 dan no 91.
Awalnya, pada putusan perkara gugatan gelombang pertama Anwar Usman, yang juga adik ipar Presiden Jokowi, ini tidak ikut memutus perkara.

Baca Juga: Hampir Kena Modus Penipuan, Begini Tindakan Calon Korban Hindari Jebakan Penipu

Ketidakhadiran dirinya berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi enam hakim menolak dan dua hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion.

Namun, pada perkara nomor 90 dan 91, Anwar Usman tiba-tiba ikut membahas dan ikut memutus perkara tersebut.

Padahal, isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. Kehadiran Anwar Usman tidak hanya menambah jumlah hakim pemutus perkara, tapi juga mengubah posisi para hakim yang dalam gelombang pertama menolak menjadi mengabulkan sebagian permohonan.
Hasilnya, perkara nomor 90 dikabulkan sebagian.

Kejanggalan berikutnya, putusan bisa dianggap cacat hukum lantaran ada dugaan penyelundupan hukum.

Baca Juga: Masuki Tahun Pemilu 2024, Kapolri Ingatkan Kasatwil Soal Ancaman Terorisme

Halaman:

Tags

Terkini