ِArahpublik.com – Ponsel tiga anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diretas saat menangani dugaan pelanggaran kode etik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Selasa (9/1/2024) kemarin.
Cara tersebut dinilai sebagai cara Orde Baru (Orba) untuk membungkam masyarakat dengan cara kekinian.
Hal tersebut diungkapkan oleh eks Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), Petrus Hariyanto (Peter Hari).
Ia menduga, peretasan tersebut ada kaitannya dengan kasus yang kini ditangani DKPP tersebut.
Menurutnya, peretasan tersebut bagian dari intimidasi terhadap DKPP yang sedang memproses dugaan etik KPU.
“Kami menduga peretasan mereka ada kaitannya dengan kasus aduan kami yang sedang diproses DKPP,” ujarnya, Kamis (11/1/2024).
Peter menuturkan, ada upaya sistematis agar DKPP tidak membuat putusan yang dapat merugikan nama baik KPU.
“Kami mengecam karena ada upaya melakukan intimidasi kepada DKPP, agar tidak membuat keputusan yang merugikan KPU," ucapnya.
Sebab, jika KPU mendapat sanksi, maka proses penetapan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak mendapat legitimasi moral dan etik.
"Bila KPU mendapat sanksi, legitimasi secara etik dan bahkan hukum dalam menetapkan Prabowo-Gibran sebagai paslon Pilpres 2024 kembali dipertanyakan,” katanya.
Intimidasi dengan cara meretas ponsel ini mengindikasikan keberulangan cara-cara yang digunakan era Orde Baru (Orba) untuk membungkam suara kritis masyarakat.
Bedanya, menurut Peter, cara yang digunakan saat ini melalui teknologi.
Baca Juga: HUT ke-79 RI Bakal Diselenggarakan di IKN, Pemerintah Mulai Persiapan
“Cara-cara seperti ini adalah cara Orde Baru dengan desain kekinian, yakni meretas alat komunikasi dan melakukan intimidasi dalam memenangkan pilpres,” tuturnya.