Arahpublik.com – Topik Politik dinasti menjadi hangat diperbincangkan publik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Hal ini lantaran memunculkan kekhawatiran bahwa politik dinasti bisa berpotensi terjadinya praktik kecurangan selama perhelatan Pilkada 2024 mendatang.
Praktik politik dinasti dinilai dapat menjadikan demokrasi di Indonesia menjadi tidak sehat.
Penilaian terkait politik dinasti tersebut, diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati.
“Karena berdasarkan praktik yang selama ini terjadi, ternyata sangat tidak sehat untuk kondisi demokrasi kita,” ucanya, dalam diskusi, beberapa waktu lalu.
Diskusi tersebut, bertajuk ‘Kecurangan Pilkada 2024: Dari Dinasti, Calon Tunggal, dan Netralitas ASN’, digelar di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan.
Dalam diskusi, Khairunnisa menuturkan, kontestasi Pilkada mestinya dapat menjadi arena pertarungan gagasan dan adu ide antar pasangan calon.
Selain itu, Khairunnisa mengajak publik dapat berkonsolidasi untuk memastikan politik dinasti tidak meluas dan menjadi tren baru di Indonesia.
Hal ini, kata dia, demi proses demokrasi yang baik dapat tercipta dalam ajang Pilkada 2024.
Baca Juga: Viral Fenomena Berburu Labubu, Intip 6 Fakta Unik Boneka Kesukaan Lisa BLACKPINK
Agar mengetahui lebih jauh, mari mengintip politik dinasti yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.
Tren Politik Dinasti di Indonesia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nagara Institute pada tahun 2020, terdapat 59 kepala daerah yang menyandang status politik dinasti sejak tahun 2005 hingga 2015.