Egi mengatakan bahwa dinasti politik di Pilkada semakin ternormalisasi sejak Presiden Joko Widodo mendukung pencalonan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden pada Pemilu Presiden 2024.
Selain itu, Egi Primayogha juga mengingatkan publik untuk waspada terhadap dinasti politik.
“Politik dinasti itu erat kaitannya dengan praktik korupsi. Di Banten, Sumatera Selatan, Cimahi, Bogor, kasus-kasus korupsi dilakukan oleh pejabat yang berasal dari dinasti politik,” kata Egi dalam diskusi yang sama.
Lantas, apa faktor yang menyebabkan politik dinasti dinilai sangat lumrah terjadi Indonesia?
Upaya Pemusatan Kekuasaan
Politik dinasti erat menggambarkan kekuatan yang mengarah pada upaya mempertahankan kekuasaan terpusat pada lingkup golongan atau keluarga tertentu.
Pemusatan kekuasaan ini dikhawatirkan akan mendorong praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), sehingga kekuasaannya menjadi sangat absolute.
Selain itu, pemusatan kekuasaan tersebut akan membuat seseorang semakin mudah memperoleh kekuasaan yang mutlak, dan semakin tinggi potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Akibatnya, kepala daerah maupun pejabat pemerintahan lain yang terpapar politik dinasti pada akhirnya melakukan praktik korupsi dan nepotisme.
Memperluas Tentakel Kekuasaan
Politik dinasti terjadi sejak era Pilkada yang dipilih secara tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Politik dinasti tak jarang dibangun oleh para elit politik lokal atau dengan memanfaatkan para elit politik lokal dengan memanfaatkan demokrasi yang terdesentralisasi.