Arahpublik.com – Pemerintahan Prabowo Subianto, bakal menggabungkan strategi pembenahan birokrasi Era Orde Baru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden Jokowi.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, baru-baru ini. Ia menyebut mengatakan, pemerintahan Prabowo akan mengombinasikan fokus fungsional dan detail.
"Pembenahan birokrasi pada pemerintahan Prabowo akan mengombinasikan fokus fungsional dan detail, sehingga birokrasi akan lebih efisien," kata Zulkifli Hasan di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Jumlah kementerian pada susunan kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto juga pernah disebut akan bertambah dibandingkan era Presiden Jokowi.
Isu tersebut sempat diamini oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
"Penambahan iya, mungkin sekitar itu (jadi 44 menteri)," ujar Zulkifli Hasan, dalam kesempatan lain di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (11/9/2024) lalu.
Wacana penambahan kabinet itu memunculkan tanda tanya mengenai komitmen Prabowo dan Gibran terhadap reformasi birokrasi di masa depan.
Sebab, prinsip koalisi besar menunjukkan pemerintah yang sepakat untuk meningkatkan keadilan dan kesetaraan dalam birokrasinya.
Prinsip Koalisi yang Besar
Baca Juga: ASN Diawasi Bawaslu di Pilkada Serentak 2024, Sekda Jateng: Harus Junjung Tinggi Netralitas!
Penelitian Studi Politik Afrika Selatan oleh Ilmuwan Politik Belanda-Amerika Arend Lijphart yang diterbitkan online pada tahun 2007, mengungkap prinsip koalisi besar dalam pemerintahan.
"Prinsip koalisi besar berarti pemerintah konsensual (sepakat) bersama," tulis Lijphart dalam penelitian tersebut.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran analis kebijakan untuk menjadi jembatan yang menghubungkan antara keinginan rakyat dengan pemerintah.