Oleh sebab itu, menurutnya tidak ada alasan untuk menunda penyidikan kasus kekerasan seksual pada anak di Kalbar tersebut.
Sebagai catatan, tersangka kasus kekerasan seksual anak di Kalbar itu dijerat dugaan Pasal 81 jo Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 4 Ayat 2 UU Nomor 2012 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Berkaca dari kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) RI telah memastikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual usai pemerintah mengesahkan UU TPKS.
Aturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
KPPA RI mengungkap kehadiran UU TPKS telah disusun sebagai upaya untuk meminimalisir pengulangan kekerasan terhadap korban.
Baca Juga: Update Peparnas XVII Solo 2024: 4.386 Atlet dan Ofisial Tiba, Diikuti 35 Provinsi
Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyatakan, UU TPKS terkait Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA akan diimplementasikan ke setiap daerah.
"Kami bersyukur salah satu peraturan turunan yang dimandatkan oleh UU TPKS terkait UPTD PPA telah diundangkan, untuk nantinya dapat diimplementasikan di daerah," kata Bintang dalam pernyataan resmi KPPA, pada 4 April 2024 lalu.
"Harapannya pelayanan UPTD PPA semakin mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban yang responsif dan berkeadilan," tambahnya.
Selain itu, Menteri PPA itu juga menekankan pentingnya pemenuhan hak korban melalui UU TPKS dan turunannya, untuk meminimalisir terjadinya pengulangan kasus kekerasan terhadap korban.
"Pemenuhan hak korban melalui mekanisme one stop service atau pelayanan terpadu, untuk memastikan korban mendapatkan layanan yang cepat," tuturnya.
"Layanan yang sesuai dengan kebutuhannya dan meminimalisir terjadinya pengulangan kekerasan terhadap korban," tandasnya.***