berita-publik

Intip Kasus Mafia Tanah di Bekasi yang Diungkap AHY: Kronologi, Modus Sertifikat Palsu hingga Potensi Kerugian

Rabu, 16 Oktober 2024 | 21:42 WIB
Potret Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada jumpa pers kasus Mafia Tanah di Bekasi, Selasa (15/10/2024). Simak kronologi selengkapnya. (Foto: Instagram.com/@agusyudhoyono)

Arahpublik.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap kasus tindak pidana pertanahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

AHY mengatakan, pihaknya tetap menunjukkan komitmen untuk terus memberantas mafia tanah meski masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera berakhir pada 20 Oktober 2024.

"Walaupun 20 Oktober biasanya sudah fokus pada urusan politik dan transisi kepemimpinan, tapi kehadiran kami dan kita semua menunjukkan bahwa tugas pokok tetap nomor satu dan kita lanjutkan 'gebuk' mafia tanah," kata Menteri AHY.

Baca Juga: Menyoal Janji Dana Abadi untuk Seniman Indonesia Usai Raffi Ahmad Ditunjuk Jadi Calon Wakil Menteri di Kabinet Prabowo

Pada jumpa pers di Polres Metro Bekasi, Selasa (15/10/2024), AHY menyebut sebanyak dua kasus mafia tanah di Kabupaten Bekasi berhasil diungkap dengan total kerugian mencapai Rp7,9 miliar.

Berikut ini rangkuman terkait kronologi selengkapnya:

Kasus Pertama: Pemalsuan Akta Tanah

Baca Juga: Gol Thom Haye ke Gawang China Jadi Sorotan Media Belanda hingga Nyinyiran Mimpi Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026

AHY menjelaskan, kasus pertama merupakan pemalsuan akta tanah yang melibatkan lima orang tersangka.

Komplotan mafia itu bekerja sama untuk menawarkan tanah kepada korban yang nilai kerugiannya mencapai Rp4,07 miliar.

"Setelah korban menyerahkan uang Rp4,072 miliar kepada Tersangka ES, OS, dan D, dengan diyakinkan oleh Tersangka RA dan RDS.

Baca Juga: Jelang Pelantikan Presiden-Wakil Presiden Terpilih Prabowo-Gibran, MPR Validasi Undangan Tamu VVIP hingga Persiapan Dekorasi

AHY mengungkap, salinan akta jual beli itu diduga telah dipalsukan tersangka dan tidak tercatat dalam buku repertorium atau ekstensi dari akta yang dapat menunjukkan kebenaran bahwa akta itu dikeluarkan oleh notaris yang bersangkutan.

"Faktanya, salinan akta jual-beli tersebut adalah palsu dan tidak tercatat dalam buku repertorium," ungkapnya.

Akibat dari tindakan pemalsuan itu, korban dirugikan karena tidak dapat melakukan proses penerbitan sertifikat atas nama sendiri.

Halaman:

Tags

Terkini