"Dua korban sebelumnya telah kita lakukan pemeriksaan, Sekarang memang dia sebagai mahasiswi dan orang Sumbawa," ujar Syarif kepada wartawan di NTB, Rabu (4/12/2024).
"Sementara yang lain akan kita dalami, karena kita dapat informasi baru masuk ke KDD terkait dengan viral-viral. Ternyata ada yang merasa menjadi korban itu yang akan kita dalami," tandasnya.
Baca Juga: Saat Prabowo Ingin Pemerintahan Bersih dan Korupsi Hilang: Saya Ditertawakan dan Diejek!
Dalam berkas itu penyidik turut menguraikan modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tuna daksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban.
Modus tersebut dilakukan tersangka dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologi korban.
"Kronologinya secara singkat bahwa pertemuan ini tidak sengaja bertemu di teras Udayana. Si korban bercerita mengungkapkan perasaannya yang dilalui. Lama-lama si pelaku mendengarkan terjadilah pembicaraan di sana," terang Syarif.
Baca Juga: Prabowo Minta Pejabat ‘Puasa’ Perjalanan Dinas ke Luar Negeri: Tolonglah, Ya Para Menteri….
"Sehingga ada perkataan yang membuat si korban ini merasa kalau saya tidak menuruti apa yang disampaikan oleh pelaku, kalau tidak mengikuti permintaan akan bongkar aib (korban). Terjadilah perbuatan apa apa pelecehan seksual itu," tambahnya.
Terkait kasus ini, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca Juga: Diberdayakan BRI, Ini Figur Inspiratif Lokal Penggerak UMKM Ponorogo
KemenPPA: Korban Harus Berani Speak Up
Dalam kesempatan berbeda, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPA, Ratna Susianawati mengapresiasi korban yang berani angkat bicara atau speak up dalam kasus kekerasan seksual di NTB.
"Kami mengapresiasi korban yang berani speak up," tegas Ratna saat ditemui awak media di Jakarta, pada Rabu (4/12/2024).
Baca Juga: Gus Miftah Minta Maaf ke Publik Usai Ejek Penjual Es Teh Bakul yang Viral di Media Sosial
Ratna menyebut KemenPPA berkoordinasi dengan UPTD PPA setempat untuk melakukan pendampingan psikologis kepada korban untuk proses pemulihan.