49 persen di antara warga AS yang mengangkat cancel culture sebagai gerakan untuk menghilangkan status selebriti ataupun memberi penghargaan terhadap korban, menyebut tindakan itu adalah sebuah konsekuensi yang harus diterima si pelaku.
"Area paling umum dari argumen publik untuk menegur tokoh publik di media sosial muncul dari perspektif orang-orang tentang menghakimi atau sebaliknya mencoba membantu korban," tulis pernyataan Pew Research Center dalam artikel yang tayang pada tahun 2021 lalu.
Bagaimana Contoh Cancel Culture?
Terdapat banyak skandal atau kasus yang melibatkan seorang publik figur hingga selebritis yang memicu terjadinya cancel culture.
Salah satunya terjadi terhadap aktor terkenal di Korea Selatan (Korsel), Kim Seon-ho, yang sempat membintangi serial drama berjudul 'Hometown Cha-Cha-Cha'.
Kim terjebak dalam skandal aborsi yang membuat ratusan ribu penggemar berhenti mengikutinya.
Aktor itu pun tak lagi tampil dalam variety show populer di Korsel dan dikeluarkan dari dua proyek film yang sebelumnya telah ditandatangani olehnya.
Di sisi lain, kasus cancel culture yang juga pernah terjadi di Indonesia dialami oleh artis Saipul Jamil yang terlibat kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Setelah kasusnya terungkap, Saipul diboikot dari berbagai program acara televisi sebagai bentuk sanksi sosial.
Tindakan ini menunjukkan fenomena cancel culture yang berfungsi sebagai alat kontrol sosial, terkhusus saat hukum dirasa tak cukup untuk memberikan efek jera untuk pelaku.***