berita-publik

PDIP Mencla-mencle Soal Kenaikan PPN 12 Persen. PKB: Dulu Inisiator dan Pimpin Panja, Kok Sekarang Balik Badan

Senin, 23 Desember 2024 | 14:27 WIB
Potret Ketua Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid atau Gus Jazil. (Foto: Dok. Tim Media PKB)

Baca Juga: Rayakan Hari Ibu, BRI Peduli Salurkan Bantuan Kepada Kelompok Usaha Wanita di Yogyakarta

Rancangan UU HPP tersebut, diproses dalam Panja RUU yang diketuai Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi PDIP saat itu, Dolfie Othniel Fredric Palit.

Dalam pembahasan tingkat I di Komisi XI DPR bersama pemerintah, sebanyak delapan fraksi setuju RUU itu dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan.

RUU HPP diharapkan menjadi komponen penting dalam reformasi perpajakan, terutama dalam menuju sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.

Baca Juga: Kritik Tajam Komisi II DPR Kepada MK: Jika Tak Mampu Tangani Sengketa Pilkada, Bikin Lembaga Baru Saja!

PDIP Tidak Ingin Ada Persoalan Baru dan Minta Dikaji Ulang

Namun belakangan, Ketua DPR RI yang juga elite PDIP, Puan Maharani mengeluarkan pernyataan bernada ketidaksetujuan terhadap kenaikan PPN 12 persen.

Puan menyebut dirinya memahami urgensi peningkatan penerimaan negara melalui tarif PPN ini. Hanya saja, dia tidak ingin masyarakat menjadi korban dari kebijakan ini.

Baca Juga: Rekap BRI Journalism 360 Palembang: Promedia Diskusi dengan Insan Pers di Mediapreneur Talks hingga Mahasiswa UIN Raden Fatah Lewat CoreLab!

"Kita harus memahami kondisi rakyat, jangan sampai dengan kenaikan PPN ini malah membuat perekonomian rakyat semakin sulit," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/12/2024).

Dalam kesempatan berbeda, Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, menyatakan sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen itu.

Ketua DPP PDIP itu meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan PPN dari 11 menjadi 12 persen.

Baca Juga: Timnas Indonesia Tersingkir dari Piala AFF 2024, STY Apresiasi Pemain Muda Garuda

Deddy Yevri Sitorus hanya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

"Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan (2025) itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," jelasnya, kepada awak media pada Minggu (22/12/2024).

Halaman:

Tags

Terkini