Misbkhun menyampaikan bahwa ada usulan penghitungan PPN dengan tarif berbeda. Barang-barang seperti kebutuhan pokok, kemungkinan dikenakan pajak lebih rendah.
Ia menegaskan, barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.
“PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025,” ucap Misbakhun.
Namun, kata dia, penerapannya secara selektif kepada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah.
“Artinya pemerintah hanya memberikan beban (PPN 12%) itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.
Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah juga berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam.
Baca Juga: Gus Miftah Mundur dari Jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, Gegara Apa Ya?
Meski demikian, ucapnya, kebijakan tersebut masih dilakukan pengkajian mendalam, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
“Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir,” tegas Misbakhun.
“Karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” lanjutnya.
Baca Juga: Sosok Ini Sukses Berdayakan Komunitas Perempuan di Lamongan Berkat Pendampingan BRI
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga memastikan PPN 12 persen tidak berlaku untuk komoditas bahan pokok dan layanan penting.
"Bahan pokok dan hal penting itu sebagian besar sudah bebas fasilitas tanpa PPN. Demikian pula untuk pendidikan dan kesehatan," kata Airlangga, di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (5/12/2024).***