“Saat itu umurku 14 tahun, pada pagi hari aku dibangunkan disuruh untuk menyapu. Saat gempa datang aku sudah lari keluar, tapi ternyata gempanya itu kayak ombak. Akhirnya aku tumbang dan ada bangunan yang menimba aku,” cerita Ndaru.
“Saat kejadian itu aku sudah tidak bisa duduk atau berdiri, rasanya kaki saya hilang, saya teriak-teriak kesakitan sekitar hampir satu menit," lanjutnya.
Beruntung, nyawa Ndaru masih tertolong. Namun kenyataan pahit harus diterimanya.
Hasil pemeriksaan dokter menyatakan tulang belakangnya patah, dan seluruh sistem sarafnya dari pinggang hingga ke bawah juga rusak menyebabkan kakinya lumpuh.
Pascakejadian tersebut, Ndaru sempat depresi selama lima tahun.
“Saya bisa dibilang depresi ada sekitar lima tahun, tapi bukan depresi yang saya ngamuk-ngamuk gitu, lebih ke tidak bisa berdamai dengan diri sendiri,” ucap Ndaru.
“Di situ saya menjadi pribadi yang reaktif dan temperamental,” lanjutnya.
Momen Kebangkitan
Empat tahun setelah gempa, Ndaru mulai bangkit. Momen kebangkitan itu terjadi pada tahun 2010.
Saat itu, Ndaru dikenalkan dengan tenis komunitas kursi roda Bantul.
Berselang dua tahun kemudian, Ndaru, bisa bermain pada ajang profesional pertamanya, yaitu Peparnas Riau 2012, dengan meraih dua medali perunggu untuk nomor ganda dan beregu.