Berikut ini perjalanan Imam Syafi'i saat menuntut ilmu di berbagai negara.
Baca Juga: Rutin Baca Al-Quran, Penglihatan dan Ingatan Mbah Minah di Usia 93 Masih Jelas
Makkah
Menurut satu sumber, ketika menginjak usia dua tahun, Imam Syafii dibawa oleh ibunya ke Mekkah. Mereka pindah setelah ayah Syafi’i meninggal dunia.
Di Makkah al-Mukarramah, Syafi’i kecil menimba ilmu layaknya anak-anak pada umumnya. Sejak belia, ia dikenal dengan anak cerdas lantaran mampu menghafal al-Quran dengan cepat dan syair-syair yang dianggap rumit. Setelah menjadi ahli bahasa, Syafi’i muda pun tertarik dengan biding fikih.
Di Makkah, Syafii Muda berguru pada mufti besar Makkah kala itu, Muslim bin Khalid az-Zanji. Gurunya ini mengizinkan Syafi’i memberi fatwa di umur 15 tahun.
Selain Muslim az-Zanji, beliau juga menimba ilmu dari Dawud bin Abdurrahman al-Aththar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ (pamannya), Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin al-Ayyadl, dan lain-lain.
Madinah
Setelah di Makkah, dia melanjutkan studi ke Madinah dengan berguru kepada Imam Malik bin Anas (Imam Maliki). Kepadanya, Syafi’i muda mendalami kitab Muwaththa’ karangan Imam Malik. Namun, sebelum mengkaji, ternyata ia sudah hafal isi kitab tersebut.
Terkait kitab ini, beliau berata, “Aku tidak membaca (kitab) al-Muwaththa’ Malik, kecuali bertambah pemahamanku.” Bahkan menyanjung kitab itu. “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah al-Quran dari kitab al-Muwaththa’,” ujar Imam Syafi’i.
Guru di Madinah yang lain di antaranya, Ibrahim bin Sa’ad, Ismail bin Ja’far, Aththaf bin Khalid, Abdul Aziz ad-Darawardi, dan Ibrahim bin Abi Yahya. Namun, di akhir hayatnya, Imam Syafi’i tidak mau lagi menyebutkan nama guru yang terakhir ini lantaran dinilai pendusta dan memiliki pandangan layaknya kaum Qadariyah.
Yaman
Lalu, Imam Syafi’i sempat bekerja sebentar di Yaman. Di negri ini, ia mendatangi beberapa ulama, di antaranya Mutharif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf al-Qadli, dan lain-lain.
Baghdad, Iraq
Belum puas dengan ilmu yang dimilikinya, pendiri Mazhab Syafi’i ini melanjutkan tour ilmiah ke Baghdad, Iraq, negara termaju pada zamannya.
Di sini, ia berguru kepada Muhammad bin Hasan. Dikatakan, dirinya memiliki tukar pikiran yang nantinya menjadikan Khalifah ar-Rasyid.
Periode Baghdad ini disebut sebagai Mazhab Lamanya (Qoul Qodim). Sebab, di sini ia merumuskan mazhabnya pertama kali.
Mesir
Sekitar tahun 200 H/816 M, Imam Syafi’i pinch ke Mesir (Egypt). Di negri ini, ia bertemu dengan Muhammad bin Abdil Hakim, murid Imam Malik.
Periode Mesir ini disebut dengan Qoul Jadid (Mazhab Baru) lantaran ia menuliskan pendapat-pendapatnya yang terbaru di negeri ini.