Selain itu, Melanie yang dibantu oleh Cliff dan Adams juga memiliki misi ingin melakukan kebaikan sebanyak mungkin kepada orang lain.
Berkaca dari misi itu, ide tentang platform Canva ternyata sudah dirancang oleh Melanie ketika belajar tentang Psikologi dan Bisnis di Universitas Australia Barat.
Fusion Books menjadi perusahaan yang menjadi bahan uji coba Melanie bersama Cliff untuk mempelajari masalah-masalah yang dialami berbagai siswa saat mendesain sesuatu.
Baca Juga: Keren! PSSI Bikin Nonton Timnas Indonesia Makin Mudah dan Aman: Shuttle Gratis dan Penitipan Barang
Beragam masalah tersebut kemudian perlahan dituntaskan dengan membuat Fusion Books semakin sederhana untuk digunakan para siswa.
Kesederhanaan dalam Fusion Books itu menjadi tolak ukur Melanie untuk membuat Canva sebagai platform desain sederhana agar semua orang dapat mendesain apapun sesuka hati mereka.
Baca Juga: Komitmen Nyata BRI Menuju Ekonomi Hijau, Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp764,8 Triliun
Perjalanan Canva Menuju Kesuksesan
Pada tahun 2013, Canva meluncur pertama kali di pasar platform desain dunia dengan diikuti oleh 50 ribu pengguna.
Kemudian, pada tahun 2015, Canva meluncurkan Canva for Work (sekarang Canva Pro) yang diikuti 50 pengguna dan mampu menghasilkan 50 juta desain yang nilai asetnya mencapai 165 juta dolar atau sekira Rp2,6 triliun.
Baca Juga: Sukses Turunkan Kredit Macet, Direktur Utama BRI Ungkap Strategi Tingkatkan Kualitas Aset
Berbagai inovasi fitur baru mulai diluncurkan Canva pada tahun 2017, seperti animasi, desain printing, hingga peluncuran 100 bahasa.
Pada tahun 2018, Canva menjadi Unicorn atau perusahaan rintisan dengan nilai aset lebih dari 1 miliar dolar atau Rp15,9 miliar, dengan putaran investasi sebesar 40 juta dolar atau sekitar Rp636 miliar.
Baca Juga: Kualitas Aset Semakin Baik, Begini Strategi BRI Turunkan Rasio Kredit Bermasalah